Wahai Mujahidin !!!

Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah

Oleh : Ustadz Abdurrahman bin Thoyib

Dari Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda : “Akan muncul sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak menelusuri jejakku (petunjukku) dan tidak mengikuti sunnahku dan akan muncul pula diantara mereka orang-orang yang berhati setan dalam tubuh manusia. Aku berkata : Wahai Rasulullah apa yang harus saya perbuat jika saya menemui hal tersebut ? Beliau menjawab : Engkau wajib mendengar dan taat kepada pemimpin tersebut meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu, dengar dan taatilah“. [HR.Muslim no.4762 dengan Syarah Imam Nawawi]

Didalam hadits ini dengan jelas dan gamblangnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada umatnya terutama para Mujahidin, bagaimana menyikapi para penguasa yang tidak berhukum dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ataupun tidak menjalankan syariat Islam dan dia pun menyimpang dari sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan kepada umatnya agar tetap mendengar serta taat kepada sang penguasa dalam hal yang ma’ruf bukan maksiat, meskipun penguasa tersebut berbuat dzalim seperti merampas harta rakyat (korupsi) ataupun berbuat aniaya.

Seorang muslim yang telah mengikrarkan syahadat “Wa anna Muhammadan Rasulullah” tidak selayaknya untuk menyelisihi hadits/ajaran Nabi diatas ini, meski pahit rasanya tapi Insya Allah akibatnya akan baik, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya : “…. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.An-Nisa’ : 59)

Wahai Mujahidin yang ingin menegakkan kalimatullahi (agama Allah), dengarkan nasehat dari Rasulullah ini ! Pahamilah dengan baik sabda beliau ini ! Janganlah kalian mengikuti hawa nafsu atau semangat yang membara untuk berjihad tapi buta dari petunjuk Al-Qur’an dan sunnah ! Wahai saudaraku Mujahidin, pejuang Islam, ingat dan ketahuilah bahwa niat dan tujuan yang baik haruslah dijalankan dengan cara yang baik pula yaitu mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan jalannya para sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Artinya : “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan (ibadah) yang tidak sesuai dengan sunnahku maka amal tersebut tertolak”. (HR.Muslim)

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ

Artinya : “Wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-rosyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigit eratlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian”. (HSR.Abu Dawud)

Wahai Mujahidin, janganlah engkau memberontak kepada penguasa yang dzalim karena hal itu telah dilarang oleh Nabi kalian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari Ubadah bin Shomit Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :


“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah menyeru kami untuk membaiat beliau, diantara isi baiat tersebut adalah kami selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) baik kami dalam keadaan suka maupun benci, dalam keadaan susah maupun senang dan agar kami mendahulukan hak mereka serta tidak memberontak kepada mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah tentangnya”.[ HR.Muslim no.4748 dengan Syarah Imam Nawawi]


Perlu kalian ketahui bahwa masalah takfir/pengkafiran tidak semudah membalikkan telapak tangan. Imam Al-Qurthubi Rahimahullahu mengatakan :

“Pemikiran takfir itu sangat berbahaya sekali, banyak manusia yang terjerumus kedalamnya hingga mereka jatuh berguguran. Adapun para ulama mereka berhati-hati sekali dalam masalah ini hingga mereka itu selamat, dan tidak ada yang sebanding dengan keselamatan dalam perkara ini”. [Al-Mufhim 3/111 oleh Imam Qurthubi]

Dan seandainya kita dapati seorang pemimpin mengucapkan suatu ucapan kufur atau melakukan perbuatan kufur, tidaklah boleh kita langsung menvonisnya kafir dan menyeru manusia untuk memberontak hingga terpenuhi syarat-syarat takfir dan hilang darinya pencegah-pencegah takfir. Lihat dan ambillah pelajaran dari sejarah ulama salaf seperti Imam Ahmad Rahimahullahu yang tidak mudah mengkafirkan maupun memberontak kepada penguasa dizamannya yang dengan jelas-jelas mengucapkan ucapan kufur bahkan memaksa para ulama untuk mengikuti kekufurannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata :

“Yang benar dari Imam Ahmad dan para Imam Ahlus Sunnah yang lain adalah pengkafiran kelompok Jahmiyah* dan yang semisalnya…meskipun Imam Ahmad tidak mengkafirkan individu-individunya atau tidak pula mengkafirkan orang-orang yang divonis sebagai Jahmiyah atau beliau tidak mengkafirkan orang-orang yang menyepakati Jahmiyah dalam sebagian bid’ahnya, bahkan beliau sholat dibelakang orang-orang Jahmiyah yang menyeru manusia kepada ucapan mereka serta menguji dan menyiksa manusia yang tidak sesuai dengan aqidah mereka dengan penyiksaaan yang amat pedih. Imam Ahmad dan para Imam-imam (Ahlu Sunnah wal jama’ah) yang lain tidak mengkafirkan mereka bahkan meyakini akan keimanan dan kepemimpinan mereka serta mendoakan mereka dengan kebaikan. Beliau berpendapat bolehnya sholat dibelakang mereka, haji dan berperangbersama mereka.Dan beliau beserta para imam-imam amat melarang dari memberontak terhadap penguasa. Meskipun demikian beliau tetap mengingkari ucapan batil yang merupakan suatu kekufuran tersebut walaupun mereka sendiri terkadang tidak mengetahui akan kekufuran itu. Beliau senantiasa mengingkari dan berusaha untuk membantah ucapan tersebut sesuai dengan kemampuan. Maka dengan inilah beliau telah menyatukan antara ketataatan kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menegakkan sunnah serta agama ini dan pengingkaran terhadap bid’ahnya Jahmiyah dengan memperhatikan hak-hak kaum mukminin baik para penguasa maupun umat secara umum meskipun mereka itu jahil, pelaku bid’ah, dzolim dan fasik”. [Majmu’ Fatawa 7/507-508 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]

Catatan : * Kelompok Jahmiyah dipelopori oleh Ja’ad bin Dirham yang dihukum (sembelih) oleh seorang gubernur yang bernama Kholid bin Abdillah Al-Qosri atas perintah Kholifah Hisyam bin Abdil Malik dengan persetujuan para ulama tabi’in pada zaman itu. Dan kesesatannya diwarisi serta disebarkan oleh Jahm bin Sofwan. Diantara kesesatannya adalah meniadakan semua nama dan sifat Allah, tidak mengakui bahwa Nabi Ibrahim adalah kholilullah (kekasih Allah) serta Musa kalimullah (pernah diajak bicara oleh Allah) dan lain-lain. (Lihat Maqoolathut ta’thil oleh Syaikh Kholifah At-Tamimi).

Wahai Mujahidin, janganlah kalian menuduh orang yang tidak mengkafirkan penguasa sebagai penjilat atau antek pemerintah ! Jangan kalian menganggap atau menyangka bahwa kalau orang tersebut tidak mengkafirkan penguasa berarti dia ridho dengan kedzaliman yang ada pada mereka !

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa “ (QS.Al-Hujurat : 12)

Bedakan antara mengkafirkan dan mengingkari kemungkaran! Orang yang tidak mengkafirkan pezina –misalnya-, apakah bisa dikatakan orang itu ridho dengan perbuatan maksiat tersebut ?! Ikutilah jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para salafush sholeh seperti Imam Ahmad Rahimahullahu diatas.

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ

Artinya : ” Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. “ (QS.Al-An’am : 90)

Wahai Mujahidin, janganlah tergesa-gesa meneriakkan suara (Shoutu) jihad sebelum kalian memahami dengan benar sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam khususnya yang berkaitan dengan penguasa. Tergesa-gesa bukan perangai yang baik bahkan akan mengakibatkan madharat yang banyak sekali bagi Islam dan kaum muslimin. Para ulama ushul (fiqih) mengatakan :

من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه

Barangsiapa yang tergesa-gesa (untuk meraih) sesuatu sebelum waktunya maka dia akan dicegah darinya [Al-Qowaaid Al-Fiqhiyah hal.68 oleh Syaikh Abdurrohman As-Sa’di]

Wahai Mujahidin, ingatlah tatkala seorang sahabat yang bernama Khobab bin Arot berkata : Kami pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, mengapa anda tidak meminta pertolongan (kepada Allah) untuk kami ? Mengapa anda tidak berdoa kepada Allah untuk kami ?” Maka beliaupun menjawab : “Sesungguhnya ada diantara orang-orang sebelum kalian yang digergaji mulai kepalanya hingga kakinya, tapi hal itu tidak memalingkannya dari agamanya. Dan ada pula yang disisir dengan sisir besi hingga mengenai tulang dan dagingnya, tapi hal itu tidak memalingkannya dari agamanya”. Kemudian beliau mengatakan : “Demi Allah, sungguh Dia akan menyempurnakan agama-Nya ini hingga seorang yang berjalan dari Shon’a (Ibukota Yaman) hingga Hadramaut tidak takut kecuali hanya kepada Allah dan tidak takut srigala yang memangsa kambingnya, akan tetapi kalian tergesa-gesa“. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/328 tentang tafsir ayat 214 surat Al-Baqarah]

Ingatlah wahai Mujahidin, kemenangan dan kemuliaan Islam ada ditangan Allah. Dan Allah telah menjanjikannya kepada kaum muslimin dan kepada para Mujahidin, tapi dengan syarat mereka mau kembali kepada agama Islam yang murni dan kepada tauhid yang bersih dari segala bentuk kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS.Ali Imron : 26) dan Dia juga berfirman :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS.An-Nuur : 55)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

إذا تبايعتم بالعينة وأخذتم أذناب البقر ورضيتم بالزرع وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لاينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم

Artinya : “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah (sejenis riba) dan kalian mengambil ekor-ekor sapi serta rela dengan persawahan (cinta dunia) dan kalianpun meninggalkan jihad maka pasti Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan diangkat kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada ajaran agama kalian”. [ HR.Abu Daud no.3462]

Di dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan jalan keluar dari kehinaan yang menimpa umat Islam yaitu dengan cara kembali mempelajari Islam yang murni berdasarkan kepada Al-Qur’an, hadits serta atsar dari para sahabat dan mengamalkan Islam yang murni tersebut. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak memerintahkan umat untuk berjihad saja, tapi lebih dari itu “…hingga kalian kembali kepada ajaran agama kalian” terutama dalam masalah aqidah. Bagaimana kalian menyeru umat Islam untuk berjihad melawan orang-orang kafir sekarang, sedang kalian mengetahui sendiri keadaan kaum muslimin dengan setumpuk kesyirikan, kebid’ahan, kemaksiatan dan lain sebagainya dari penyimpangan-penyimpangan ?! Bagaimana mungkin Allah akan menurunkan pertolongan-Nya, sedangkan kaum muslimin belum menolong (menjalankan agama) Allah ?! Allah telah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS.Muhammad : 7)

Wahai Mujahidin, ambillah pelajaran dari kisah perang Uhud ! Satu kemaksiatan saja dapat memporak-porandakan pasukan kaum muslimin, lalu bagaimana jika kemaksiatan tersebut telah mengakar dalam diri kaum muslimin dan menumpuk dimana-mana ?! Allah mengisahkan tentang sebab kekalahan diperang Uhud dalam firman-Nya :

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.Ali Imron : 165)

Catatan hitam untuk Buletin Shoutul Jihad edisi 25

1- Shoutul Jihad menukilkan ucapan Yunus bin Ubeid Rahimahullahu salah seorang ulama salaf yang mengatakan : “Bila ada pemerintah yang menyimpang dari As-Sunnah, dan masyarakat berkata : “Sungguh kita telah diperintahkan untuk taat kepadanya (pemerintah kita) maka Allah akan menanamkan keraguan dihatinya dan akan ditimpa (diwariskan) kepadanya sifat saling mencela”.

Kita sangat amat menghormati ulama salaf dan ucapan mereka kita jadikan hujjah selama tidak bertentangan dengan nash Al-Qur’an maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Namun sayang Shoutul Jihad tidak menjelaskan dari mana mereka menukil atsar ini. Imam Malik Rahimahullahu mengatakan :

ليس أحد بعد النبي إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي


“Setiap ucapan manusia bisa diterima dan bisa juga ditolak melainkan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”. [Lihat Sifat Sholat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hal.24 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani]

Wahai Mujahidin, bukankah ucapan Yunus bin Ubeid bertentangan dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam diatas ?! Bukankah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tetap memerintahkan untuk taat kepada pemerintah kaum muslimin meski mereka menyimpang dari sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ?! Manakah yang kalian pilih ucapan Yunus bin Ubeid ataukah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ?! Allah ta’ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Hujurat : 1)


Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata : “Aku melihat mereka akan binasa, aku mengatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (membolehkan haji tamattu’) sedang mereka (membantahnya) dengan mengatakan Abu Bakar dan Umar (melarangnya)”. [Lihat Sunan Ad-Darimi 1/129]


Jika sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak boleh dibantah dengan ucapan orang termulia dikalangan para sahabat, maka bagaimana dengan ucapan orang yang lebih dibawah mereka derajat dan keutamaannya ?! Renungkanlah hal ini baik-baik wahai Mujahidin sebelum kalian meneriakkan jihad !!! Sungguh bagaimana bila seorang salafusshaleh seperti Abdullah bin Abbas hidup pada zaman sekarang dan melihat tingkah laku shoutul jihad ?!

2- Shoutul Jihad mengkritik Buletin Al-Hujjah (terbitan Mataram-Lombok Barat) dengan mengatakan : “Di Indonesia para pencatut nama salaf ini dilanda penyakit mencela. Sebagai contoh dalam bulletin Al-Hujjah terbitan ’salafy’ Mataram risalah yang ke 13….Penyakit suka mencela telah nampak dalam tulisan ini dalam kalimat doyan. Kata ini merupakan celaan yang sangat tidak sopan baik menurut ukuran umat Islam atau yang bukan…”

Ya meskipun saatnya Mujahidin berbicara [Buletin Shoutul Jihad mempunyai slogan “Saatnya Mujahidin berbicara”.] tapi ya bercermin dulu dong kalau mau berbicara ! Lihat apakah ucapan kalian ini memang bisa dipertanggung jawabkan di hadapan Allah nanti atau tidak ! Apakah setiap ucapan kalian berdasarkan dalil atau hanya berdasarkan semangat yang membabi buta tanpa petunjuk rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ?! Kalimat “doyan” kalian anggap sebagai bentuk celaan, padahal dalam buletin kalian banyak kalimat-kalimat yang lebih parah lagi semisal : Penyakit para pengaku salaf ’salafy’ (Tanda Kutip), menjilat pemerintah, sok salaf, para pengaku salaf (sok salaf) ini sikapnya sama dengan Khawarij…Murjiah….Syiah Rafidhah…Sufi…anjing penjilat dan lain-lain. Apakah kalimat-kalimat tersebut udah sopan menurut kalian ?! Inikah sikap seorang Mujahidin ?! Orang lain diharamkan mencela tapi kalian justru pandai dan ahli mencela. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ(*)كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS.Shaaf : 2-3) Seorang penyair mengatakan :

أحلال على البلابل الدوح حرام على الطير من كل جنس ؟!

Apakah pohon itu dibolehkan bagi burung Bulbul saja

dan diharamkan bagi semua jenis burung ?!

3- Shoutul Jihad mengatakan “Al-Madkhaly dengan pikirannya telah banyak melahirkan takfiriyyiin sesama para dai (baca tulisan terbuka Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi hafidzahullaah kepada Robi’ al-Madkhaly).

Wahai Mujahidin, kalau ucapan atau tuduhan kalian ini benar, tolong buktikan kepada para pembaca bahwa Al-Madkholi melahirkan takfiriyyiin ?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Artinya : “Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar“.” (QS.Al-Baqarah : 111)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

البينة على المدعي

Artinya : “Wajib bagi para penuduh untuk mendatangkan bukti…” [HR.Baihaqi]

Shoutul jihad mencela Syaikh Robi’ Al-Madhkholi –hafidzahullahu- dan menuduh beliau melahirkan takfiriyyin dengan tidak membawakan bukti atau tidak ada bukti yang jelas dalam hal ini. Tapi yang aneh justru shoutul jihad memuji Abu Muhammad Al-Maqdisi yang merupakan dedengkot takfir/pengkafiran pada zaman ini. Inikah yang dikatakan : Gajah di pelupuk mata tidak tampak namun debu diseberang lautan tampak.

Abu Muhammad ini telah mengkafirkan negara Saudi Arabiah tempat dua masjidil Haram dan sekaligus kiblat kaum muslimin dalam bukunya yang berjudul “Al-Kawaasyif Al-Jaliyah fi kufri Ad-Daulah As-Su’udiyah” (Menyingkap kekufuran Negara Saudi Arabiah). Dari judulnya saja sudah cukup untuk mengetahui isinya. Kalau Saudi Arabiah sudah dikafirkan, apalagi yang tersisa ?! Ataukah kalian sudah punya negara Islam ?! Takutlah kepada Allah wahai Mujahidin !!!

4- Shoutul jihad mengambil ucapan Abu Muhammad yang menyamakan Dakwah Salafiyah dengan Khawarij, Murjiah, Syiah Rafidhah, dan Sufi. Abu Muhammad mengatakan : “Para pengaku salaf (sok salaf) ini sikapnya sama dengan Khawarij ketika mendudukkan permasalahan sesama para dai, terbukti sikapnya terhadap Sayyid Qutub rahimahullahu.”

Entah Abu Muhammad atau shoutul jihad yang tidak mengerti siapa Khawarij itu ?! Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :


“Kelompok Khowarij adalah orang pertama yang mengkafirkan kaum muslimin dan mengatakan kafir bagi setiap pelaku dosa. Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi bid’ah mereka serta menghalalkan darah serta hartanya”. [Majmu fatawa 7/279.]


Silahkan pembaca yang menghukumi siapa yang Khawarij, Abu Muhammad Al-Maqdisi yang mengkafirkan Negara Saudi Arabiah ataukah Shoutul jihad pembeo Abu Muhammad ???

Apakah orang (Dakwah Salafiyah) yang membela para Nabi dan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari celaan dan caci maki Sayyid Qutub dikatakan Khawarij ?! Tidakkah para pengagum Sayyid Qutub tahu bahwa sang pujaan mereka telah berani-beraninya mencaci maki sebagian Nabi dan para sahabat ?! Sayyid Qutub mengatakan :


Kita ambil Musa sebagai contoh pemimpin yang cepat naik pitam…” [At-tashwir al-fanni fil Qur’an” hal 200 oleh Sayyid Qutub]


Sayyid Qutub juga mengatakan :

Ketika Mu’awiyah dan temannya memilih jalan kedustaan, kecurangan, penipuan, kemunafikan, suap dan membeli kehormatan, maka Ali tidak dapat melakukan perangai yang buruk ini. Oleh karenanya, tidak heran kalau Mu’awiyah dan teman-temannya berhasil sedang Ali gagal, tapi kegagalan ini lebih mulia dari semua kesuksesan. [Kutubun wa syakhshiyaat hal.242 oleh Sayyid Qutub]

– Abu Muhammad mengatakan :

Para pengaku salaf (sok salaf) sikapnya sama dengan Murjiah ketika berhadapan dengan penguasa terbukti dalam menghadapi penguasa yang ada”.

Wahai Mujahidin, jangan gegabah dalam menvonis sebelum engkau tahu apa dan siapa Murjiah itu !!! Dakwah Salafiyah ketika menghadapi penguasa selalu bernaung dibawah cahaya Al-Qur’an dan hadits Nabi serta metode para ulama salaf. Dakwah Salafiyah tidak mudah mengkafirkan para penguasa karena mengikuti ajaran Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (seperti hadits diatas) dan juga mengikuti sikap para ulama salaf seperti Imam Ahmad rahimahullahu. Apakah Imam Ahmad Rahimahullahu yang tidak mengkafirkan penguasa dizaman beliau dan tidak mau memberontak, meskipun sang penguasa amat dzalim bahkan memiliki keyakinan yang kufur dikatakan Murjiah ?!

– Abu Muhammad mengatakan :

Para pengaku salaf (sok salaf) sikapnya sama dengan Syiah Rafidhah terbukti dalam mengamalkan ibadah jihad mereka berdalih menunggu bimbingan ulama yang besar (baca buletin Al-Hujjah, risalah ke 13) sedang Syiah Rafidhah menunggu ulama yang ma’shum alias Imam Mahdi“.

Mungkin para pembaca tidak habis pikir, bagaimana Dakwah Salafiyah bisa disamakan dengan Syiah Rafidhah ?! Ya kita maklumi saja lah, mungkin Abu Muhammad dan Shoutul jihad tidak paham atau tidak tahu tentang siapa Syiah atau siapa Salafy.

Sesungguhnya menunggu bimbingan ulama kibar (besar) dalam masalah jihad atau masalah besar lainnya yang berkaitan dengan umat merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini berlainan dengan orang-orang munafik atau orang-orang yang ngelama’ (sok jadi ulama) yang tidak mau mengembalikan urusan umat kepada para ulama’nya. Allah ta’ala berfirman :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

Artinya : ” Dan apabila datang kepada mereka (orang-orang munafik) suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (QS.An-nisa’ : 83) yang dimaksud dengan ulil amri adalah para ahli ilmu (ulama) dan ahli fiqh (fuqoha’). [Lihat tafsir Imam Al-Qurthubi 5/278]

– Abu Muhammad mengatakan :

Para pengaku salaf (sok salaf) sikapnya sama dengan sufi dalam manhajnya tashfiyah wat tarbiyah“.

Sungguh malang nasib Abu Muhammad yang tidak tahu arti tashfiyah dan tarbiyah. Tashfiyah adalah memurnikan Islam dari segala virus dan kotoran yang menempel kepadanya seperti memurnikan Islam dari aqidah sesat, hadits lemah atau palsu ataupun dari virus takfir yang dilakukan oleh takfiriyyun semisal Abu Muhammad. Apakah sufi mengenal istilah pemurnian Islam dari hadits lemah atau palsu ?! Sadarlah wahai Mujahidin, boleh kalian berbicara tapi jangan ngelantur !!! Adapun tarbiyah artinya mendidik umat diatas Islam yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salafush shaleh. Apakah sufi juga mengamalkan seperti ini ?! Bukankah Sufi itu lebih identik dengan khurafat dan bid’ahnya ?! Wahai Mujahidin, janganlah kalian menyamakan antara Dakwah Salafiyah yang selalu berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salafush shaleh dengan ahli bid’ah diatas !

Allah ta’ala berfirman :

وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلَا الْمُسِيءُ قَلِيلًا مَا تَتَذَكَّرُونَ

Artinya : “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.” (QS.Ghafir : 58)

5- Shoutul jihad hanya bisa lempar batu sembunyi tangan, tidak berani menunjukkan batang hidung ataupun identitasnya. Sebuah buletin misterius, yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keilmiahannya. Kalau kalian takut, jangan teriakkan suara (shoutul) jihad dong !!! Mujahidin apaan tuh !!! Kelas teri atau keras gadungan ?! Apakah ini yang disebut tong kosong nyaring bunyinya ?! Menyeru orang berjihad tapi tidak berangkat jihad, bahkan menulis majalah saja takut menulis jati dirinya. Inna lillahi wa inna ilahi Roji’un.

Para pembaca yang budiman, ulama hadits terdahulu tidak mau menerima hadits/ilmu agama dari orang yang misterius seperti buletin shoutul jihad ini dan hal itu dikenal dengan istilah mubham. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolaani Rahimahullahu berkata : “Dan tidak diterima (hadits) dari orang yang mubham (misterius)…” [Lihat An-Nukat ‘ala nuzhatin nazhor oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi hal.135]

Al-Hafidz Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata : “Adapun mubham yang tidak bernama (mr x) atau ada namanya tapi tidak diketahui jati dirinya (misterius), maka orang seperti ini tidak diambil riwayat haditsnya (ilmunya) oleh seorangpun (dari para ulama) yang kita ketahui”. [Al-Ba’itsul hatsits hal.69 oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir]

Selamat jalan wahai Mujahidin, semoga Allah selalu memberimu hidayah dan taufiq serta menyelamatkan kalian dari jaring-jaring Khawarij. Dan semoga bendera Jihad selalu berkibar dibawah naungan para ulama Robbaniyyin Ahlus sunnah wal jama’ah.

Ya Allah tunjukkanlah yang haq itu haq dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah yang batil itu batil serta berikan kami kekuatan untuk menjauhinya.


=== Majalah adz-Dzakhirah===

5 pemikiran pada “Wahai Mujahidin !!!”

  1. “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, tidak akan meminta izin
    kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. dan Allah mengetahui
    orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah
    orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan hati mereka raguragu,
    karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. Dan jika mereka mau
    berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah
    tidak menyukai keberangkatan mereka, Maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan
    dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” Jika
    mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari
    kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu,
    untuk Mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang
    yang Amat suka mendengarkan Perkataan mereka. dan Allah mengetahui orang-orang yang
    zalim. Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka
    mengatur pelbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran
    (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, Padahal mereka tidak menyukainya. Di
    antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan
    janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” ketahuilah bahwa mereka telah
    terjerumus ke dalam fitnah dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orangorang
    yang kafir (QS at Taubah, 9: 44-49)

    Orang yang berjihad menegakkan syari’ah dinegara yang dipimpin oleh Muslimin dianggap pemberontak dan khawarij, karena memberontak kepada amirul
    mukminin. Mereka menyamakan pemerintahan Islam Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah dengan Negara tgoghut yang tegak sekarang.Inilah anggapan sebagian
    kaum Muslimin yang anggap dirinya ahli sunnah wal jamaah yang paling salafiy. Benarkah ?

    Untuk menjawab syubhat ini perlu kiranya memahami sistem pemrintahan dalam Islam terlebih dahulu.

    1. Penguasa atau Pemerintahan Muslim yang Adil
    Yaitu penguasa yang sah menurut syariat Islam ditinjau dari segala seginya baik dari segi persyaratan maupun sistem pembuatannya (pelantikannya), dan dalam menjalankan
    roda pemerintahannya, menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan syariat serta menerapkan hukum Allah pada negeri dan rakyatnya diseluruh wilayah pemerintahannya. Rakyat wajib memberikan wala’ (loyalitas)nya secara utuh pada penguasa bentuk ini, termasuk mendengar dan taat (kecuali dalam hal maksiat) dan dilarang memberontaknya.
    Allah Ta’ala berfirman,
     
    “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa 4: 59)

    Penjelasan  dalam ayat ini maksudnya (di antara orang-orang beriman). Jadi, ulil amri yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk di taati adalah ulil amri
    yang beriman bukan yang kafir. (Majmu’ al Fatawa 28/97 atau 28/170)

    Diriwayatkan dari Junadah bin Abu Umayyah  dia berkata: kami masuk pada tempat Ubaidah bin Ash Shamit ketika beliau sedang sakit lalu kami katakan
    “Sampaikanlah hadits kepada kami –ashlahakallah- satu hadits yang Allah akan memberikan manfaat dengannya yang engkau dengar dari Rasulullah  maka ia pun
    berkata:
    ”Rasulullah  memanggil kami, lalu membai’at kami. Maka di antara bai’atnya adalah agar kami berbai’at untuk mendengar dan taat di saat kami suka ataupun tidak suka, di saat dalam kemudahan ataupun dalam kesusahan, dan disaat kami diperlakukan secara tidak adil. Dan agar kami tidak mencabut urusan (kepemimpinan dari orang yang berhak). Beliau berkata: kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata yang kalian memiliki dalil
    padanya dari Allah.” (HR. Imam Muslim dalam shahihnya 42-1709)

    Penjelasan: Sabda beliau, maknanya jelas menunjukkan atas kekufuran, artinya perbuatan yang di lakukan penguasa itu merupakan dosa yang mengkafirkan
    pelakunya. Dan sabdanya, maknanya ada dalil yang syar’i yang jelas bahwa perbuatan yang dilakukan penguasa itu adalah mukaffir (dosa yang mengkafirkan). (lihat Al-Jami’
    fie tholabil ilmisy syarif 8/31). Dan Al Imam Syaukani berkata: “Sabda Rasulullah ,  maknanya
    ada nash dari al-Qur’an atau pun hadits yang jelas tidak mengandung takwil dan tuntutannya bahwasanya tidak boleh keluar memberontak mereka (penguasa) selama
    perbuatannya mengandung takwil. (lihat Nailul Authar 7/361)

    Dalil selebihnya lihat Shahih Al-Bukhari no. 7137, 7144 dan sebagainya, serta shahih
    muslim no. 31-1834, 32-1835, 33-1835, 35-1836, 36-1837, 37-1838, 41-1709 dan lain sebagainya.

    2. Penguasa dan Pememrintah Muslim yang Zalim dan Fasiq
    Yaitu penguasa yang tidak adil, banyak melakukan dosa dan penyelewengan serta
    kezaliman, tetapi kesalahan yang dilakukan bukan kekufuran yang nyata atau dosa yang
    mengkafirkan. Tetap menegakkan ad-dien di atas landasannya, maknanya berhukum
    dengan syariat Allah dan mengatur rakyat dan negerinya dengan syariat-Nya meskipun
    banyak terjadi penyelewengan.
    Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Mereka mengurusi lima urusan kita: (shalat)
    jum’at, (shalat) jama’ah, I’ed (hari raya), perbatasan (negeri Islam dan negeri kafir-pen),
    hukum had (hukum pidana dan syari’at Islam-pen). Demi Allah, agama ini tidak akan
    tegak kecuali dengan mereka, walaupun mereka itu zalim dan curang. Demi Allah, sungguh
    apa yang Allah perbaiki dengan mereka lebih banyak dari apa yang mereka rusak.
    (Mu’amalatul Hukkam hal 7-8). Dikutip dari majalah Asy-Syariah Vol. No. 05/Pebruari
    2004/ Dzulhijjah 1424 H hal 21 dengan sedikit tambahan dalam kurung, perbatasan
    dan hukum had.
    Dalam menghadapi penguasa bentuk ini,pada mulanya ada perselisihan di kalangan
    Ahlus Sunnah tentang boleh dan tidaknya untuk memberontak kepadanya.

    a. Sebagian mengatakan boleh, berdasarkan keumuman dalil amar ma’ruf dan nahi
    mungkar, pemberontakan jenis inilah yang banyak terjadi pada masa sahabat yang
    dilakukan oleh Ahlus Sunnah seperti pemberontakan yang dilakukan Mu’awiyyah bin Abu
    Sufyan dan para pengikutnya terhadap kepemimpinan Khalifah Rasyid bin Abi Thalib,
    demikian juga yang dilakukan Umul Mu’minin Aisyah, Thalhah dan Zubair terhadapnya.
    Pemberontakan Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib terhadap Khalifah Yazid bin Mu’awiyah
    (61 H), demikian pula yang dilakukan Abdullah bin Handhalah terhadapnya (63 H) dan
    lain sebagainya masih banyak lagi pemberontakan seperti ini yang dilakukan mereka

    b. Dan sebagian yang lain berpendapat tidak boleh memberontak penguasa bentuk
    ini berdasarkan dalil yang khusus yang menyuruh bersabar seperti sabda Rasulullah
    “Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak ia sukai dari penguasanya maka bersabarlah, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah sejengkal saja, maka
    dia akan mati dalam keadaan jahiliyyah.” (Hadits Ibnu Abbas  dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihnya) Dan setelah terjadi perselisihan yang lama mengenai boleh dan tidaknya memberontak penguasa yang zalim dan fasiq akhinya Ahlus Sunnah wal Jama’ah
    bersepakat tidak boleh memberontak. (Syarah An-Nawawi Li Shahih Muslim 12/229 dan Minhajus Sunnah Ibnu Taimiyyah 2/241)

    Ibnu Hajar berkata: “Ibnu Attin telah menukil dari Ad-Dawudi ia berkata: Bahwa
    pegangan para ulama dalam masalah para penguasa yang zalim jika mampu mencopotnya tanpa fitnah dan kezaliman wajib dilakukan, jika tidak mampu maka wajib bersabar. dan
    sebagian ulama berpendapat tidak boleh memilih atau memberikan kepemimpinan kepada orang fasiq (sejak semula). Maka jika terjadi kezaliman sesudah dia adil, mereka berselisih pendapat dalam masalah boleh dan tidaknya memberontak-nya. Yang benar adalah dilarang memberontak kecuali kalau dia kufur maka wajib memberontaknya.” (Fathul Bari juz 13/7-8)

    3. Penguasa atau Pemerintah Muslim yang Mengajak pada Bid’ah
    Bentuk penguasa ini termasuk kategori zalim dan fasik selagi bid’ah yang
    dilakukannya dan diserukannya tidak sampai mengantarkan dirinya pada kekufuran yang
    jelas. Sengaja diletakkan pada nomor tersendiri agar mendapat perhatian.
    Kasus penguasa muslim yang menyeru kepada bid’ah ini terjadi pada masa khalifah
    Abbasiyah era pemerintahan Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq. Mereka menyeru
    kepada I’tiqad bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, sedang yang benar menurut As-Sunnah
    dan menjadi pegangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan
    makhluk.
    Menurut Imam Ahmad bin Hambal bahwa orang yang mengatakan Al-Qur’an
    makhluk dia telah kufur. Tetapi beliau tidak mengkafirkan tiga khalifah tersebut dan tidak
    keluar dari kepemimpinan mereka dan tidak mengajak rakyat untuk memberontak
    padahal beliau menghadapi bermacam-macam siksaan. Dan pada saat itu tiada seorang
    pun ulama yang mewajibkan untuk memberontak kepada para khalifah tersebut. Tentu
    disebalik itu ada rahasia dan hikmahnya. Antara lain:
    • Pengkafiran Imam Ahmad terhadap orang yang mengatakan Al-Qur’an makhluk
    adalah pengkafiran secara mutlaq artinya yang dikafirkan adalah ucapan tersebut bukan
    pengkafiran secara ta’yin artinya bukan mengkafirkan setiap orang yang mengatakannya.
    • Imam Ahmad tidak mengkafirkan para khalifah tersebut meskipun mereka
    mengatakan kata-kata kufur bahkan beri’tiqad kufur karena pada diri mereka terdapat
    penghalang pengkafiran yaitu salah takwil. Menganggap bahwa I’tiqad Al-Qur’an sebagai
    makhluk adalah kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya yang wajib dipegangi
    dan dipertahankan dan I’tiqad (keyakinan) selainnya harus diperangi dan dienyahkan.
    Maka sewaktu mereka menyiksa Imam Ahmad ucapan yang sering keluar dari lisan
    mereka antara lain: Hai musuh Allah! Bertobatlah. Sebab mereka menyakini bahwa
    mereka berada di pihak yang benar yang menolong Allah dan agama-Nya. Nah, salah ta’wil
    seperti inilah yang bisa menghalangi pelaku suatu kekufuran dari pengkafirannya.

    Sebagian ahlul ilmi menyebut dengan sebutan ta’wil saaigh (ta’wil yang boleh), jadi bukan
    sembarang ta’wil dan tidak setiap ta’wil dapat menghalangi pengkafiran terhadap pelaku
    pengkufuran.
    • Kenapa para ulama’ saat itu tidak memberontak dan tidak keluar dari
    kepemimpinan mereka? Sebabnya antara lain karena para khalifah tersebut tetap
    menegakkan ad-dien di atas dasar-dasarnya dan keadaan mereka persis dengan ucapan
    Imam Hasan Al-Bashri di atas, bahkan mereka terjun langsung ke medan jihad dan
    memimpin pertempuran melawan pasukan kuffar salibis dan sebagainya.
    Namu sayang, pada hari ini ada sebagian manusia yang mengaku diri paling
    berilmu dan palig ahli sunnah waljamaah menyamakan kedudukan penguasapenguasa
    sekuler yang (mengaku) beragama Islam pada masa kini dengan para
    khalifah tersebut, katanya mereka sama-sama melakukan kekufuran, maka tidak
    boleh mengkafirkan mereka sebagaimana Imam Ahmad tidak mengkafirkan Al-
    Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq.
    Subhanallah (Maha Suci Allah) Dzat Yang Membagi Kecerdasan otak manusia,
    mengapa masih ada manusia yang tidak cerdas kemudian menyamakan pemerintahan
    yang berada dalam sistem khalifah dengan Pemerintahan thagut-Sekuler yang menolak
    hukum Allah dan menggantikannya dengan hukum jahiliyah ? Bagaimana bisa disamakan
    antara mujrimin dan muslimin [QS. Al-Qalam (68): 35-36].
    Penguasa yang kini melakukan aneka kekufuran karena menentang Allah dan
    menyepelekan syari’at dan agama-Nya, sedangkan para khalifah dulu itu melakukan satu
    kekufuran tanpa niat melakukan kekufuran dan tidak mengetahui bahwa yang dilakukan
    adalah kekufuran, dan melakukannya bukan karena menentang Allah dan memusuhi
    agama-Nya meskipun keliru dan salah. -Allahu a’lam-
    (Mengenai penguasa yang menyeru kepada bid’ah bisa dilihat sebagian
    keterangannya dalam Fathul Bari “Kitabul Ahkam” 13/166 Cet. Daaru Mishr Liththiba’ah
    dan Shahih Muslim bisyarhi Nawawi “Kitabul Imarah” 12/2316-2317 Cet. Darul
    Aqidah).

    4. Penguasa atau Pemerintah Kafir
    Yaitu penguasa beragama selain Islam (non muslim) seperti Yahudi, Nasrani, Hindu,
    Budha dan sebagainya, atau penguasa murtad yang tadinya muslim lalu melakukan
    kekafiran yang jelas sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits Ubadah bin Ash-
    Shamit di atas.
    Dalam menghadapi penguasa bentuk ini wajib atas kaum muslimin -berdasarkan
    nash dan ijma’- untuk keluar memberontak demi melengserkannya dan menggantinya
    dengan penguasa muslim yang adil, yang mengatur Negara dan rakyatnya dengan Islam
    dan syari’atnya.
    Ibnu Hajar berkata: Ringkasnya menurut ijma’ bahwasanya penguasa dimakzulkan
    (dilengserkan) karena melakukan kekafiran, maka wajib atas setiap muslim ikut andil
    dalam hal itu, maka barangsiapa yang kuat melakukannya meraih pahala dan barangsiapa
    yang bermudahanah (cari muka dan menjilat) mendapat dosa, dan barangsiapa yang
    lemah wajib berhijrah dari negeri itu. [Fathu Bari 13/176 dan selebihnya bisa dibaca pada
    13/8-13 Cet. Daaru Mishr Liththiba’ah]

    Imam An-Nawawi berkata: Qadhi ‘Iyadh berkata: para ulama’ telah berijma’
    (sepakat) bahwa imamah tidak dilantikkan kepada orang kafir, dan bila imam terbukti
    melakukan kekafiran harus dilengserkan. Qadhi ‘Iyadh juga berkata, “Begitu pula bila imam tidak menegakkan shalat dan tidak menyeru untuk shalat.” (Shahih Muslim bi
    Syarhi Nawawi “Kitabul Imarah” 12/2316 Cet. Darul Aqidah).

    SEBAIKNYA… BERILMU DULU LAH SBLM BICARA….

    Suka

  2. ada kaidah… barang siapa yang mengkafirkan orang islam maka ia kafir… tapi ada kaidah lain.. barang siapa yang tidak mengkafirkan orang kafir.. maka ia kafir… jadi emang harus tawazun dalam masalah takfir…

    Suka

  3. assalamu’ alaikum
    . . ya akh yg smoga ALLOH merahmati anda, lalu bgmn dgn para saudari ana yg suriah & afghan, chech dll yg kehilangan harga diria mereka/diperkosa yg stlh’y dibunuh ?
    pdhl pemimpin2 mreka adlh re kaum muslimin pula yg tlh anda kemumakakan ?
    apkh kami & mereka para laki laki suami suami kakak adik mereka membiarkan perbuatan biadab ini ?
    atas dasar hujjah yg anda kemukakan ?
    apakah harta kami yg trmulia; wanita2 ibu2 kami dibiarkan bgtu ?
    ana tak tau lg pemikiran serendah apa yg ada di kepala2 para pemikir/penulis yg trlihat elok kata2’y ?

    Suka

  4. . . & ana tidak melihat kerusakan yg bgtu besar sebesar hukum hukum yg diada adakan oleh para penguasa ?
    hukum yg menyalahi syariat ?
    . . ingatlah ketika suatu saat takdir buruk mendatangimu; ketika faraj faraj istrimu ibumu anakmu & saudari saudarimu dizinahi mereka para pemimpin !
    apkh kalian para pemikir akan brkata;
    aku brtawakal kpd ALLOH atas apa yg brlaku pd wanita wanita ku tanpa kalian harus berbuat walaupun itu h’y serendah rendah’y rasa cemburu ?
    . . moga ALLOH memberi anda hidayah

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.